Setelah KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran
), Kementerian Pendidikan Nasional menggagas ide baru dengan inovasinya yang
bertajuk Kurikulum Berkarakter. Pengelontoran terobosan baru dalam dunia
pendidikan ini dilandasi oleh keprihatinan pemerintah atas kenakalan remaja
yang sudah sampai taraf mengkhawatirkan. Bagaimana tidak, tingkat tawuran
remaja ditahun 2010 ini meningkat dengan signifikan begitu juga kasus hamil
diluar nikah yang dialami siswi demikian merebak
Kerja Kelompok Guru pada tingkat kecamatan Gunung
Jati mulai mengenalkan kurikulum yang berkarakter ini lewat penataran dengan
melatih model pembelajaran pada tanggal 15 Desember 2011.
Melihat
fenomena buruk yang menimpa tunas-tunas bangsa tersebut, pemerintah merasa
perlu untuk mengambil sebuah langkah praktis guna menghentikan atau minimal
mengurangi lingkaran setan tersebut. dan tidak ada cara yang paling efektif
(menurut pemerintah ) selain dengan pembekalan akhlak dan pekerti yang mulia.
Oleh sebab itu pemerintah berkeinginan untuk menghidupkan kembali pelajaran
budi pekerti yang dulu pernah ada di era 60 an, hanya saja tidak berwujud mata
pelajaran secara terpisah namun melesap kesemua unsur mata pelajaran disekolah.
Semua guru diharapkan tidak hanya
mentranformasikan ilmu yang dimilikinya namun juga membimbing dan mendidik
akhlak anak didiknya dengan teladan dan contoh yang baik. Prof DR. Ramayulis
menegaskan bahwa para guru adalah pewaris Nabi yang berperan untuk mengajarkan
akhlakul karimah kepada manusia, sebagaimana amanat ini juga diemban oleh Nabi
Muhammad saw seperti yang telah diakui oleh beliau sendiri,” Aku diutus untuk
menyempurnakan akhlakul karimah.”
Oleh sebab itu mendidik akhlak mulia jauh lebih
utama dibanding dengan membuat murid “pintar ” secara kognitif. Orientasi
pendidikan yang selama ini dianut oleh pemerintah dalam menentukan tujuan
pendidikan nasional selalu merujuk pada angka-angka, sementara aspek yang
berhubungan dengan sikap afektif murid hanya dijadikan sebagai pelengkap bukan
tujuan. Akibatnya adalah pendidikan di Indonesia hanya menghasilkan jago-jago
mark up data, jago manipulasi dan korupsi. mungkin saja, sekali lagi MUNGKIN,
kurikulum berkarakter yang dihembuskan oleh pemerintah merupakan bentuk ”
taubatan Nashuha” dari pemerintah atas dosa-dosa masa lalunya dan sekaligus
menjadi jawaban atas semua persoalan bangsa ini.
Hanya saja, berdasarkan pengalaman bentuk aturan sebagus
apapun di negeri ini selalu berakhir dengan kegagalan. Entah apanya yang salah
atau siapa yang keliru sehingga bangsa yang konon bermartabat ini menjadi
bangsa yang “pecundang”. Ditangan siapakah kesalahan tersebut mudah-mudahan
Bangsa ini bukan bangsa yang prustasi dalam mencerdaslan anak Bangsa.
No comments:
Post a Comment