UPACARA HUT PGRI DI SMPN 1 GUNUNG JATI |
Dalam kapasitas PGRI
sebagai pilar pertama merangkum kreatifitas guru dalam mencerdaskan anak bangsa
pada Negara Indonesia , keberadaan pigur
pemimpin pada lembaga pendidikan sudah saatnya berbuah banyak secara kwalitas ,
namun persoalannya jabatan Kepala Sekolah menjadi kendala umum dalam
meralisasikan kepemimpinannya, pada dasarnya Kepala sekolah adalah guru yang
diberi tugas tambahan. Tambahan tugasnya adalah sebagai pemimpin/ manajer dalam
pengelolaan sekolah di mana dia ditugaskan.
Tugas kepala sekolah
tentu menjadi lebih berat dibanding tugas guru lainnya, tanpa bermaksud
mengecilkan arti dan fungsi guru. Itulah sebabnya, menjadi kepala sekolah
dibutuhkan sumber daya manusia yang berkualitas. Untuk itu, menentukan kepala
sekolah seyogianya dilakukan melalui uji kelayakan dan kepatutan (fit and
proper test). Dengan demikian diharapkan kepala sekolah mampu melaksanakan
tugasnya dengan baik.
Dalam perekrutan, kepala sekolah harus memiliki pengalaman mengajar yang mencukupi. Di samping itu, banyak faktor perlu diperhitungkan sehingga kepala sekolah memiliki berbagai kompetensi. Faktor kepemimpinan (leadership) dan memiliki visi ke depan atau visioner sangat berpengaruh terhadap keberhasilan kepala sekolah.
Menjadi kepala sekolah memang tidak mudah. Namun, jabatan ini menjadi obsesi sebagian guru dan termasuk posisi yang sangat populer dalam masyarakat pendidik. Selain prestige, jabatan kepala sekolah memiliki banyak nilai plus.
Pengelolaan sekolah, termasuk pengelolaan sumber daya manusia yang ada --di dalamnya siswa, guru, dan staf tata usaha-- tentu membutuhkan power serta karakter pemimpin yang ideal sehingga berdampak pada citra serta kualitas sekolah tersebut. Maka, kepala sekolah adalah pemimpin yang mampu menjadi panutan bagi lingkungannya.
Fenomena yang ada menunjukkan bahwa kelanjutan karier kepala sekolah yang notabene guru, cenderung statis. Oleh karena itu, kita sering menyimak bahwa kepala sekolah menjadi jabatan abadi seseorang, kecuali setelah memasuki usia pensiun. Jabatan kepala seolah seperti tanpa batas waktu yang jelas, kecuali jika ada rotasi dari satu sekolah ke sekolah lain.
Kondisi ini menggenapkan permasalahan di dunia pendidikan. Tiadanya regenerasi serta adanya sistem senioritas yang sangat kuat menjadikan pendidikan seolah berjalan di tempat, serta memunculkan sekelompok elite tertentu.
Kedekatan dengan birokrat biasanya menjadi salah satu faktor yang menjadikan seseorang melenggang mulus menuju kursi kepala sekolah. Ini tentu sah-sah saja karena romantisme masa lalu tentang budaya nepotisme masih sangat akrab dengan kehidupan kita. Meski demikian, saat ini kita memerlukan landasan yang dapat dipertanggungjawabkan. Fit and proper test merupakan salah satu cara yang bisa dipertanggungjawabkan secara akademik maupun secara prosedural. Dengan cara ini, tujuan pendidikan nasional diharapkan segera tercapai dan diperoleh the right man on the right place.
Permasalahan nyata saat ini adalah bahwa peraturan yang berkenaan dengan lamanya seseorang menjabat sebagai kepala sekolah tidak jelas. Seperti telah diungkap di atas, kecenderungan setelah bertugas menjadi kepala sekolah maka seseorang akan terus menjadi kepala sekolah sampai pensiun, atau sekadar mengalami rotasi dari sekolah satu ke sekolah yang lain. Sehingga seakan-akan mereka adalah kelompok elite yang senantiasa terus-menerus berada pada posisi tersebut.Tentu hal ini akan menimbulkan kecemburuan sosial.
Jabatan kepala sekolah sebetulnya cukup satu atau dua periode. Presiden saja yang tugasnya sangat berat cukup dua periode. Selanjutnya mereka kembali menjadi guru. Pekerjaan ini jangan dianggap menurunkan derajat dan martabat. Bahkan, mengajar adalah jabatan sangat terhormat. Maka, kepala sekolah menjadi guru, biasa-biasa saja tuch...!
No comments:
Post a Comment